Lain lagi dengan teori modernisasi, teori underdevelopment yang menyangkal kapitalisme dapat membangun dunia ketiga, terutama karena kapitalisme tidak dapat mereproduksi industrialisasi otonomi yang diduga terjadi di dunia Barat. Sebagai gantinya, rantai ketergantungan harus diperpendek, hubungan eksploitatif dihancurkan dan sosialisme diperkenallkan, tidak hanya pada satu negara namun terhadap sistem dunia keseluruhan. Dalam konteks ini baik teori modernisasi maupun teori underdevelopment dengan caranya masing-masing telah berfokus pada hubungan dari bagian utama sistem dunia. Meskipun konsentrasinya pada status bangsa, teori modernisasi menyoroti aspek-aspek positif dari hubungan tersebut, contohnya, difusi nilai-nilai, kebudayaan, teknologi, modal dan keahlian, sedangkan teori underdevelopment menekankan elemen-elemen yang tidak diinginkan dan ketidakseimbanagn perpindahan atau petukaran.
Setelah Amerika serikat menjadi salah satu kekuatan dominan dunia, hal ini tentu membuat ketertarikan tersendiri khususnya para ilmuan sosial untuk mempelajari persoalan pembangunan di negara dunia ketiga. Dalam konteks inilah yang kemudian melahirkan ajaran modernisasi yang lebih mendominasi bidang kajian permasalahan pembangunan sejak 1950-an. Namun demikian modernisasi kemudian dianggap gagal dalam implementasi program-program modernisasinya di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, yang kemudian membidani lahirnya teori neo marxis dependensi.
Tentu ajaran dependesi lebih memfokuskan diri pada kritikan yang tajam pada ajaran modernisasi, bahkan tidak kurang ajaran ini kemudian mengatakan bahwa teori modernisasi sebagai rasionalisasi imperialisme. Dari Amerika Latin inilah yang membuat ajaran dependensi menyebar dan mengalami perkembangan yang begitu pesat di Amerika Serikat. Namun demikan sekalipun teori dependensi tidak mampu menghancurkan teori modernisasi, keadaan yang serupa jugan dialami teori modernisasi tidak dapat mengatakan , bahwa dependensi sebagai ajaran yang tidak “sah”. “Benturan” antara kedua perspektif pembangunan ini kemudian ternyata membawa akibat positif berupa lahirnya pemikiran kritis dan wawasan alternatif yang muncul paroh tahun 1970-an.
Pada pertengahan pertama tahun 1970-an,terjadi perdebatan kedua perspektif pembangunan yakni teori modernisasi dan teori dependensi dalam mengkaji dan memperdebatkan masalah –masalah seputar peristiwa sejarah tentang tata ekonomi-kapitalis dunia. Dalam konteks ini, kedua perspektif pembangunan dimaksud dianggap kurang mampu menjawab fenomena itu secara memuaskan. Dengan merujuka pada pada peristiwa dimana negara-negara asia timur ( Jepang, Taiwan, Korea selatan, hongkong dan singapura) terus mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kenyataan ini kemudian menjadi sulit untuk menggambarkan “kejaiban ekonomi” sebagai sekedar hasil dari kebekerjaannya “imperialisme”. Di lain sisi persitiwa krisis di negara sosialis dengan perpecahan RRC dan Uni Soviet, kegagalan revolusi kebudayaan, stagnasi ekonomi, dan munculnya krisis di Amerika Serikat denganperang Vietnam, krisis watergate, embargo minyak tahun 1975, inflasi dan stagnasi ekonomi Amerika tahun 1970-an, kesemuanya itu tentu merupakan sebuah fenomena yang memberikan indikasi akan mulai robohnya hegomoni politik ekonomi Amerika Serikat.
Dalam rangka untuk memikirkan ulang dan menganalisa persoalan-persoalan krisis yang muncul dalam tata ekonomi dunia pada dekade terakhir tersebut, maka kemudian muncullah sebuah pespektif pembangunan baru, yang di perkenalkan oleh Wallerstein dan pengikutnya yang di sebut sebagai perspektif sistem dunia ( The World System Perspective), atau dapat saja di sebut sebagai ajaran sistem ekonomi-kapitalis dunia ( The World Capitalist – Economy School).
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka dapat di katakan bahwa Unit-unit analisa yang dipakai dari perspektif dependensi dan sistem dunia mempunyai perbedaan yang sangat signifikan. Teori sistem dunia, lebih menempatkan analisanya pada sistem dunia, bukan negara, bangsa, atau masyarakat. Itu artinya bahwa teori sistem dunia mem “fardhukan” untuk melakukan analisa sejarah sosial secara holistik dengan mencakup periode yang panjang dan wilayah geografis yang luas. Dalam konteks ini maka teori sistem dunia memindahkan perhatian dari persoalan pencirian karakteristik negara menuju pada usaha pencaririan karakteristik hubungan relasional antar negara. Itu artinya bahwa teori sistem dunia tidak lagi melihat kelas dan status sebagai bentuk pengelompokan dalam satu negara, akan tetapi memandangnya sebagai bentuk pelapisan dalam sistem ekonomi dunia. Berbeda halnya dengan teori dependensi yang memfokuskan pada masa jaya dan bangkrutnya suatu negara.
Konsep “Dinamika Sejarah Sistem Dunia” Dan “Semi Pinggiran”
Wallerstein, selalu berusaha melihat, bahwa kenyataan sosial selalu berada terus-menerus dalam proses perubahan. Dalam hal ini ia berupaya untuk memahami realitas yang selau berubah dengan rumusan kita. Oleh karena itu ada kecenderungan untuk lupa, bahwa ketika kita mampu menangkapnya, relaitas tersebut telah berubah. Untuk mengatasi persoalan ini, Wallerstein menyarankan agar kajian-kajian ilmu sosial didasarkan pada analisa jangka panjang, dan dalam ruang yang luas. Rentang waktu dan ruang itu diharapkan dapat memberikan kalim integritas dan otonomi relatif atas ruang dan waktu. Ruang dan waktu inilah yang kemudian menurut Wallerstein sering disebut sebagai sistem yang menyejarah ( sistem sejarah). Dalam konteks ini maka sistem yang mempunyai sejarah, tentu memiliki awal, tahapan perkembangan, dan penutup ( pengahncuran, disintegrasi, atau sekedar transformasi, Aufhebung). Di lain sisi Wallerstein juga mengartikan sistem yang menyejarah atau historical system sebagai sistem yang dengan segala isinya lahir, berkembang, dan mati serta timbul kembali sebagai akibat dari adanya semacam proses pembangian kerja yang terus menerus dan lebih cangih. Lanjut Wallerstein, dalam sejarah umat manusia, dia berpendapat bahwa ada tiga sistem yang menyejarah yang pernah diketahui, yakni sistem mini, ( the mini system), sistem kekaisaran ( the world-emperies), dan sistem ekonomi dunia ( the world-economies).
Teori Sistem Dunia dalam menjelaskan Kecenderungan Siklus dan Analisa
Global dari Sistem Ekonomi Kapitalis Dunia.
Dalam pada itu, perspektif sistem dunia mempelajarai dinamika sejarah sistem ekonomi dunia. Dalam konteks ini, Wallerstein berpendapat bahwa sistem ekonomi kapitalis dunia ini berkembang melalui kecenderungan sekulernya (secular trends) yang meliputi proses pencaplokan, ( incorporation), komersialisasi agraria, industrialisasi, dan proletarianisasi. Dalam hal ini, sistem ekonomi dunia juga memiliki apa yang disebut sebagai irama perputaran, yakni irama ekspansi dan stagnasi yang terjadi sebgai akibat ketidakseimbangan permintaan dan penawaran barang dunia. Jika demikian halnya (penawaran melebihi permintaa), maka boleh jadi sistem ekonomi dunia mengalami stagnasi. Pada fase ini biasanya disebut sebagai fase penurunan (Fase B) pengaruh negara sentral terhadap negara pinggiran melemah yang mengakibatkan tersedianya kesempatan bagi negara pinggiran tersebut untuk melakukan usaha percepatan pembangunan dan mengejar ketertinggalan, dengan kata lain fase ini mempunyai tahapan dan fungsi pembagian kue ekonomi dunia dari negara sentral ke negara pinggiran.
Namun dalam masa yang cukup panjang negara sentral akan mengalami kebangkitan akibat tumbuhnya permintaan di negara pinggiran dan juga sebagai akibat penemuan baru teknologi. Inilah yang kemudia dapat dikenal sebagai fase ekspansi ekonomi. Pada fase ini negara sentral berusaha untuk meraih kembali pengaruhnya yang pada masa sebelumnya telah berkurang atau bahkan hilang, dan berusaha menanamkan kembali cengkraman kukunya, terhadap negara pinggiran, dalam rangka menggengam kembali dominasi pasar dunia. Ini berarti bahwa telah terjadi peralihan dalam dua masa. Dalam konteks ini maka bagi negara semi-pinggiran dan negara sentral, dimasa peralihan tersebut terletak waktu kritis untuk kemungkinan terjadi perebuhan politik ekonominya, baik karena kemunduran ekonomi dalam negerinya maupun karena mnculnya negara semi-pinggiran atau negara central baru. Oleh karenanya kemungkinan untuk selalu mengalami perubahan posisi pada dua fase atau masa peralihan tersebut, maka fenomena itu seringkali di sebut sebagai model dinamika sistem ekonomi dunia. Hal ini dikarenakan setiap terjadinya masa perputaran, setiap negara akan mengalami dan pernah berada pada masa pancaroba, dan selalu terlibat pada proses transformasi untuk bergerak menuju posisi semi-pinggiran, sentral atau jatuh terpelanting pada posisi pinggiran. Wallerstein juga mengungkapkan bahwa pada masa kini umat manusia kemudian hidup dalam masa transisi yang panjang. Sebuah masa yang tidak lagi menyediakan kesempatan bagi kontradiksi-kontradiksi tata ekonomi kapitalis dunia untuk melakukan penyesuaian. Dalam konteks ini maka analisa sistem dunia untuk membangun satu ilmu sejarah sosial yang memahami dan menyadari unsur ketidakpastian dari masa transisi ini, untuk mampu menjawab proses transformasi dunia.
Di pihak lain Wallerstein juga berpendapat bahwa adanya sistem pemilikan negara dalam sistem ekonomi dunia tidak berarti adanya ekonomi sosialis. Baginya sistem kapitalis diartikan sebagai sistem yang terdiri dari para pemilik modal yang akan selalu menjual barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Negara baginya tidak lebih dari sekedar bentuk pemilikan kolektif dari alat-alat produksi, dan karenanya negara tidak lain keculai satu bentuk badan usaha bersama, sepanjang negara tersebut turut serta dalam pasar tata ekonomi kapitalis dunia ini. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pemilikan negara bukalah sosialisme, dan hanya sekedar variasi dari bentuk “merkantilisme klasik” yang merupakan salah satu cara yang digunakan oleh negara semi pinggiran untuk mencapai posisi sebagai negara central dalam sistem kapitalis dunia ini.
Di lain sisi, jika di lihat lebih jauh lagi maka di dalam perspektif sistem ekonomi dunia ( The Wold System) memiliki satu struktur teori yang unik. Perspektif ini tidak menggambarkan dunia secara teramat sederhana dengan model dwi-kutub, melainkan menjelaskan dengan model tri-kutub yang meliputi, sentral, semi-pinggiran, dan pinggiran. Tentu ketiga kutub ini akan membantu kita untuk memahami kompleksitas dunia. Setidaknya model tiga pelapisan ini akan membantu kita dalam menjelasakan secara sistematis kemungkinan terjadinya perubahan posisi menaik ( mobilitas dari pelapisan) dan sekaligus perubahan posisi menurun pada model lapisan dimaksud. Dalam konteks ini tentu sangat berbeda jauh dengan lingkup kajian dari perspektif dependensi yang hanya memfokuskan kajian pada negara-negara pinggiran, dan dengan asumsi bahwa negara pinggiran akan selalu berada pada posisi terbelakang atau paling tinggi berada pada suatu situasi pembangunan yang bergantung.
Dengan konsep negara semi – pinggiran ,perspektif sistem dunia tidak lagi membutuhkan satu penjelasan yang rumit dan berbelit, atau meninggalkan tanpa penjelasan apa yang disebut dengan pembangunan yang independen dan otonom dari negara pinggiran. Bahkan perspektif ini seringkalai menanyakan persoalan-persoalan yang terjadi di negara-negara Asia Timur yang mampu meninggalkan status pinggirannya di akhir abad ke 20 ini. Selain itu dalam perspektif sistem dunia tidak hanya mempelajari negara-negara terbelakang, seperti halnya teori dependensi. Namun perspektif sistem dunia mempunyai arena kajian yang cukup luas. Itu artinya bahwa negara-negara maju, termasuk negara sosialis menjadi fokus kajian perspektif ini, serta memberikan perhatian pada perkembangan dan kemungkinan disintegrasi dan kehancuran sistem ekonomi kapitalis dunia.
Pengaruh Gagasan Perspektif Sistem Dunia Terhadap Pola
Pembangunan Modern.
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa dalam perspektif sistem ekonomi dunia ( The Wold System) memiliki satu struktur teori yang unik.yang menggambarkan dunia dengan model tri-kutub yang meliputi, sentral, semi-pinggiran, dan pinggiran. Dan disi lain perspektif sistem dunia dalam sistem ekonomi dunia juga memiliki apa yang disebut sebagai irama perputaran, yakni irama ekspansi dan stagnasi yang terjadi sebgai akibat ketidakseimbangan permintaan dan penawaran barang dunia. Jika demikian halnya, maka boleh jadi sistem ekonomi dunia mengalami stagnasi. Pada fase ini biasanya disebut sebagai fase penurunan. Dalam konteks ini maka pengaruh negara sentral terhadap negara pinggiran melemah yang mengakibatkan tersedianya kesempatan bagi negara pinggiran tersebut untuk melakukan usaha percepatan pembangunan dan mengejar ketertinggalan, dengan kata lain fase ini mempunyai tahapan dan fungsi pembagian kue ekonomi dunia dari negara sentral ke negara pinggiran. Disamping fase penurunan, seperti yang sebutkan pada pembahasan selanjutnya kita juga diperkenalkan dengan fase ekspansi, dimana negara central akan mengalami kebangkitan akibat tumbuhnya permintaan dinegara pingiran sebagai akibat penemuan baru teknologi, ( upaya negara central untuk meraih kembali pengaruhnya).
Dalam konteks ini, dapat juga dilihat ketika negara pinggiran yang relatif kuat, dan memiliki berbagai industrim kecil yang mapan turut juga akan melakukan ekspansi ekonomi.
Oleh karenanya, jika fenomena itu terjadi bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi ketika kebijaksanaan pembangunan yang demikian itu justru kemudian membawa akibat sampingan bagi negara yang hendak mencapai perubahan posisi tersebut berupa pergantian bentuk ketergantungan, dari ketergantungan barang menjadi ketergantungan dalam bentuk lain seperti halnya, teknologi. Di lain sisi menjamurnya investasi langsung di berbagai negara pinggiran, serta kesadaran akan keberadaan perusahaan multinasional dengan birokrasi di negara-negara pinggiran dalam batas-batas tertentu memberikan keuntungan.
Untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi suatu negara, maka Wallerstein mencoba menawarkan salah satu, atau kombinasi dari tiga alternatif startegi pembangunan, yang berupa startegi menagkap dan memanfaatkan kesempatan, strategi promosi dengan undangan, dan atau strategi berdiri diatas kaki sendiri.
Bahan Rujukan.
Alvin Y. SO Suwarsono,1991, Perubahan Sosial Dan Pembangunan Di Indonesia, LP3ES Jakarta.
Immanuel Wallerstein. 1982, The Rise and Future Demise of World Capitalist System; Concepts for Comparative Analysis. in Hamza Alavi and Theodor Shanin. Introduction to the sociology of Developing Societies.
Robert. A. Denemark et al. 2000. World System History: The social science of long term change. London. Routledge.
[1] .Paper ini merupakan tugas Mingguan ( Topik ke 4), MK Sosiologi Pembangunan (KPM 515) Prog. Studi Sosiologi Pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar