KORE INO FATI ANA, AFA NO LEGO SE NO SIMORE, NO MARUKU LA NOTIBA, DIFITU KORE MUDIRI RATO

Jiko Makulano

Jiko Makulano

Minggu, 20 Januari 2008

“ menyoal Rencana Pembangunan Bandara Di Halbar”

Pada tanggal 17 Februari 2008 pukul 04.00 Wib, aku dibangunkan dengan paksa dari tempat tidur karena mendengar merdunya suara azan. Padahal aku baru saja tidur sejam yang lalu. Karena azan adalah panggilan Shalat, maka aku harus bangun. Konon pesan nenek moyangku, kalau sementara tidur dan mendengar suara azan harus segera bangun dari tempat tidur, kenapa? Katanya kalau melanjutkan tidurnya dan menghiraukan suara azan maka umur kita pendek..koq bisa??..ha..ha…takyut deh..Subuh itu suara azannya sangat merdu, selama dibogor sepertinya baru pertama kali aku mendengar lantutan kalimat Allah dan Seruan untuk shalat dengan irama “dangdutan” yang cukup baik. Setelah beberapa menit terdengar kembali suara azan yang sama, koq bisa sih..emang kalau subuh mengumandangkan azannya sebanyak dua kali ya, wah.. ternyata aku baru sadar didalam alam kesadaranku bahwa itu adalah bunyi nada dering Hand phoneku..Aku cepat-cepat menerima telponnya, dan ternyata yang telpon adalah seorang sahabat, profesinya sebagai “kuli tinta” Harian Malut-post di Maluku Utara. Dia hanya memberikan informasi kalau ada gelar sidang di Mahkamah Agung tentang kasus PILKADA di Maluku utara, serta agenda Pertemuan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat ( Bupati, Sekda, Kepala Bappeda, dan Kepala Dinas Perhubungan) bersama Dirjen Departemen Perhubungan RI di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2008 pukul 10.00.Wita..Selesai terima telponnya, aku tidak bisa tidur lagi. Aku ditemani secangkir teh manis sambil menunggu mentari pagi menyinari jendela kamarku, sebagai isyarat aku harus mandi, dandan biar cakep, dan selanjutnya pergi “meluncur” bersama kereta idamanku pakuan ekspers langsung menuju kota para penindas kelas kakap,.Jakarta. Sesampainya di jakarta, aku memilih mengikuti Pertemuan PEMDA Halmahera Barat bersama Dirjen Departemen Perhubungan, dan tidak menyempatkan diri untuk hadir mengikuti jalannya persidangan tentang PILKADA Malut di Mahkamah Agung..ukhhwww..udah capek ngurusin PILKADA…lebih baik aku ikut agenda PEMDA HALBAR dengan Dirjen Perhubungan karena membahas tentang tawaran draft rencana pembangunan Bandar Udara di Kabupaten Halmahera Barat, tentu sangat bermanfaat bagi kepentingan daerah dan ketidakmanfaatannya bagi kepentingan masyarakat Halmahera Barat. Bermanfaat untuk kepentingani daerah, karena rencana pembangunan ini jika berhasil, akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan PAD Hal-bar. Pada sisi lain, ketidakbermanfaat untuk kepentingan masyarakat karena rencana pembangunan bandara itu, akan merampas tanah masyarakat, merubah budaya masyarakat atau penghancuran sektor agraris masyarakat setempat. Selama ini model pembangunan yang menetikberatkan pada pola hayek dan keynesian yang mengutamakan investasi baik dari pihak swasta maupun pemerintah sebagai rangsangan akselarasi pertumbuhan ekonomi serta model pembangunan ekonomi ala rostow sepeetinya tak merubah basis ekonomi masyarakat kita. Masyarakat tetap saja miskin, dan kemiskinannya tidak diakibatkan oleh kemiskinan alamiah, akan tetapi kemiskinan struktural yang merupakan konsekwensi logis oleh kebijakan ekonomi – politik pemerintah.

Terkadang saya termenung merefelksikan sebuah pernyataan bapak Sekda Halmahera Barat setelah usai pemaparannya draftnya di depan Dirjen Departemen Perhubungan. Beliau mengatakan bahwa, halmahera barat saat ini penting dan mendesak untuk dibangun bandar udara untuk mengantisipasi 10 dan 20 tahun Halmahera Barat harus dijadikan sentra ekonomi khususnya dalam pelayanan jasa di sektor transportasi udara..lanjut beliau, mengingat kondisi pelayanan bandar udara Babullah Ternate yang tidak nyaman secara ekonomins akibat sering datangnya bencana gempa gunung berapi gamalama yang tentu akan menggagu jadwal penerbangan dan kondisi itu tentu merugikan kepentingan para penumpang, seperti halnya pebisnis dan lain-lain. Dan pada sisi lain, area untuk perluasan bandara di ternate tidak memungkinkan, alasan kapasitas lahan yang tidak mendukung. Di promosikannya Halmahera Barat tepatnya di wilayah bobaneigo menurut Sekda, karena daerah tersebut sangat strategis secara geografis dan strategis secara ekonomi. Sttargesi secara geografis karena bobaneigo merupakan interconnection dari sebagian besar kabupaten bahkan ibu kota provinsi Maluku Utara di Sofifi yang ditempuh dengan perjalan darat menuju bobaneigo (tempat rencana pembangunan bandar udara), tidak seperti ke ternate yang harus melewati ganasnya laut ketika musim ombak.

Sepertinya kita semua bisa bermimpi untuk membagun daerah dan masyarakat kita yang lebih maju, tidak semata-mata an-sich Pemerintah daerah. Jika mimpi itu benar-benar mimpi yang harus diwujudkan, maka tidak ada kata lain selain bangkit, berdiri dan berlari mewujudkan mimpi indah itu untuk kemajuan Halmahera Barat kedepan. Semua orang pasti merasakan dan mengetahui yang namanya mimpi semua pasti gratis, tidak pernah dipungut pajak sepeserpun, namun mimpi orang-orang di Pemda Halmahera Barat tidak ada yang gratis. Baru memulai bermimpi saja, sudah menguras APBD hingga ratusan juta rupiah. Sebuah nominal yang sangat fantastis. Seandainya uang itu digunakan untuk membeli “bagea sagu” atau “bagea kelapa”, mungkin sangat bermanfaat bagi peningkatan kesejhateraan masyarakat petani di Halmahera Barat. Masyarakat Halmahera Barat perlu menundukan kepala seraya mengucapkan turut berbelasungkawa atas “matinya” mata hati dan hati nurani orang-orang di Pemerintah Halmahera Barat yang cenderung mendesain rencana strategi pembangunan (Renstra)yang tidak pro masyarakat miskin. Padahal dalam setahun tetap saja ada wadah Musrembangda yang dilaksanakan secara partisipatoris sampai pada tingkatan desa, akan tetapi hasilnya tidak sama sekali berpihak pada kepentingan masyarakat banyak, namun cenderung berpihak kepada pemodal dan penguasa perencana. Rencana pembangunan Bandar udara jika ditelusuri bukanlah merupakan keinginan dan kehendak masyarakat, akan tetapi insiatif kebijakan yang muncul dari pemerintah. Boleh jadi keinginan serakah berkedok mulia atas nama pembangunan dan mengejar ketertinggalan di Halmahera Barat, rencana proyek itu kemudian hanyalah menambah “celengan” para pejabat di daerah. Kenapa? Boleh jadi dalam benak pikiran para perencana yang penting anggarannya ada, studi kelayakan tetap dibuat, pertanggung jawaban harus ada walaupun “mimpi indah” itu tidak tercapai, dan anggarannya masih tersisa bisa dipakai buat nambahin “celengan”, yang penting ada pertangungjawaban.ceh ileeeeeeee. Gampang, dan kaya mendadak lagi booo..Bukankah rencana pembangunan rel kereta api yang pernah menjadi program utopia (mimpi buruk) yang menguras APBD Maluku Utara mendekati miliaran rupiah, sepertinya harus dijadikan sebuah refelksi atas sebuah perencanaan pembangunan yang terkesan main-main.

Kondisi sosiologis masyarakat di Halmahera Barat sepertinya belum membutuhkan kehadiran bandar udara, saat ini mereka memikirkan bagiamana lahan-lahannya bisa dikelola secara produktif untuk peningkatan kesejahteraannya, mereka juga tidur dengan tangan diletakan diatas kepala memikirkan apakah mereka sanggup menyekolahkan anaknya ditengah praktek kapitalisasi pendidikan yang begitu mahal ? mereka juga saat ini memikirkan bagaimana caranya membasmi hama sexsava yang menyerang pohon kelapanya,? Dan disaat yang sama, mereka memikirkan kesehatan diri mereka ditengah kondisi lingkungan yang buruk...Bandara memerlukan luasan lahan yang cukup besar, tentu sumber-sumber agraria masyarakat setempat akan dijarah atas nama pembangunan.. Apakah layak, ditengah kegelisahan dan kemiskinan masyarakat seperti itu pantaskah pemerintah daerah tetap mewujudkan niatnya untuk membangun bandar udara?.adooh lalah eh...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

bandaranya buat ngangkut apa?
emang ada maskapai yang mau terbang kesana?
:D

Slamet Widodo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Slamet Widodo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.