KORE INO FATI ANA, AFA NO LEGO SE NO SIMORE, NO MARUKU LA NOTIBA, DIFITU KORE MUDIRI RATO

Jiko Makulano

Jiko Makulano

Rabu, 03 September 2008

"Politik meki" di Maluku Utara

Sering di jumpai dalam sebuah hajatan demokrasi (misalnya, pilpres, atau pilkada) beragam terminologi politik sebagai wujud analogi terhadap perilaku dan strategi politik seperti halnya, " spilover politik, "politik dagang sapi", "politik selancar" "byclean politik" "political dumping, dan masih banyak istilah politik lainnya yang digunakan oleh kaum elite politik termasuk para pengamat, ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk mengamati dan menganalisa perilkau elit politik, baik pada tingkatan nasional maupun lokal.
Pada aras politik lokal, kecenderungan memproduksi terminologi politik mempunyai varian-varian tersendiri berdasarkan lokalitas yang dimilikinya. Dalam ranah politik praktis, tentu tidak adanya kawan dan lawan yang abadi, namun yang ada hanyalah kepentingan. Pada tataran ini, maka siapa memusuhi siapa, siapa berkawan dengan siapa, siapa mengingkari siapa, atau siapa mengkhianati siapa, adalah fenomena yang seringkali nampak dan nyata dipertontonkan oleh elite politik kita. Politik, adalah Akal mengakali akal, kata Benny Andika (Ketua DPRD Kabupaten Halbar). kalau demikian Halnya, maka politik = inkonsisten, tidak komitmen, bahkan dapat diinterpretasikan sebagai putar bale, dan foya foriki, (bohong/munafik). Sepertinya kita lupa, dan seakan-akan menegasikan aspek ideal dari politik itu sendiri, bahwa politik sesungguhnya merupakan suatu usaha untuk memanifestasikan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat, termasuk nilai-nilai pendidikan, kesehatan,penghormatan, penghargaan, afeksi dan kebajikan. Jika demikan, maka fatsoen, etika dan moralitas politik yang merupakan nilai intrinsik dari politik itu sendiri harus menjadi sandaran nilai bagi elit politik kita dalam memainkan perannya "dipanggung" politik praktis. Dengan menegasikan fatsoen, etika dan moralitas politik, maka dekadensi moral, dan etika, khususnya para elite politik menjadi fenomena yang tak terhindarkan. Dekadensi moral itu sangat nampak ketika "manusia elite" kita memposisikan dirinya sebagai serigala bagi manusia yang lainnya ( Hobbes ). Situasi dimana manusia menjadi serigala bagi manusia lain, jika diperhadapkan dengan kondisi lokal maluku utara maka dikenal dengan "political meki". Jika terminologi ini kita dudukan secara Hakekat Politik, maka politik sangat dekat dengan Kekuasaan. Karena Hakekat Politik Sesungguhnya adalah berbicara tentang bagaimana cara mendapatkan kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, dan bagaimana cara menjalankan kekuasaan. Sedangkan "Meki" adalah suatu penamaan atau sebutan dari sejenis mahkluk halus (Iblis dan atau sejinis "wonge") yang biasanya dipelihara dan diberi makan dalam bentuk sesajian oleh sebagaian Manusia-Manusia yang mengkultuskan mahkluk halus di Maluku Utara.. "Meki" ini di beri makan oleh orang yang memeliharanya, dan saat-saat tertentu, "Meki"sangat dibutuhkan "skil peletnya" untuk mengganggu orang,menyakiti orang, sesuai perintah Tuannya (orang yang memeliharanya) pada siapa dan dimana orang yang harus disakiti atau diganggu.. Namun demikian ada sifat yang Khas dimiliki oleh "Meki" itu sendiri. "Meki" dapat menjadi sebuah ancaman bagi orang yang memeliharanya jika, tidak diberi sesajian, atau makanannya. Situasi ini, boleh jadi sikap patuh, dan loyal "Meki" oleh Tuannya menjadi hilang. Hingga pada kondisi tertentu nyawa orang yang memeliharanya menjadi sebuah ancaman. Apa sebenarnya yang menjadi pemicu pemberontakan "meki" hingga dapat mengancam nyawa tuannya. Lagi-lagi hanya karena soal "makanan". Berbicara tentang soal makanan, tentu tidak terlepas dari soal perut dan keinginan untuk survive dalam hidup. Banyak kasus pembunuhan, perampokan, penculikan, penipuan dilatarbelakangi oleh faktor ketidakcukupan akan makan. Dalam bernegara, ada yang mengatakan jangan dulu berbicara soal demokrasi jika perut kita sedang kosong. Kekosongan perut bisa saja membuat orang menjadi tuli, dan buta atas kenyataan sosial yang berada disekitarnya.

Kembali ke "Politik Meki" di Maluku Utara.

Sepetinya di maluku utara, Aktor-aktor politik dengan mentah-mentah telah mengadopsi perilaku "meki" dalam memainkan peran politiknya. Disaat menjelang hajatan demokrasi (Pilkada ), secara kejauhan dapat kita saksikan banyak sekali aktor-aktor politik muda belia, hingga aktor politik yang tua rentah berbondong-bondong datang meyakinkan sang Tokoh tertentu untuk maju sebagai kompetitor diantara kandidat-kandidat buapti/gubernur lainnya. Upaya meyakinkan sang tokoh tersebut, tentu dengan berbagai cara yang dilakukan. Dimulai dari pemetaan basis politik, kecenderungan pemilih, bahkan dengan SWOT mereka presentasikan untuk mengetahui nilai jual sang tokoh di tengah masyarakat. Sang Tokoh tentu merasa yakin dengan apa yang telah dipetakan oleh kelompok-kelompok tersebut. Kepercayaan diri akan maju bertarung dan harapan akan menang dalam pilkada mulai mengusik pikiran sang Tokoh. Waktu Pemilihan semakin dekat, pertemuan-pertemuan gencar dilakukan untuk membahas berbagai isyu politik ( termasuk isyu yang menjatuhkan popularitas kandidat lain) dan startegi politik yang digunakan, begitupun dengan konsolidasi ditingkat masyarakat pemilih terus dimantapkan, hingga tiba saatnya kampanye dan pencoblosan.. Dalam konteks ini, faktor dana (financial), dan Organisasi tim (tim Sukses) yang solid, juga menjadi penentu kemenangan seorang Tokoh/Calon kandidat/Bupati/Gubernur. Sehingga Tim Sukses dimata Calon Gubernur/Bupati adalah juru selamatnya disampaing modal yang cukup. Sebab, Ketidakefektifan tim dalam bekerja, tentu sangat berpengaruh terhadap perolehan suara seorang kandidat. Oleh Karenanya "politik ambe hati" dengan cara memeberikan uang, memberi makanan, memberikan jaminan atau konpensasi politik jika terpilih merupakan jurus ampuh yang sering digunakan para calon kandidat untuk meyakinkan kepada tim suksesnya untuk bekerja-dan terus bekerja agar dapat mengantarkan dirinya untuk duduk di kursi kekuasaan..Hubungan yang cukup intim, nampak terlihat begitu "seksi" antara Kandidat Calon Gubernur/Bupati dengan Tim Suksesnya. Karena kedua-duanya mempunya kepentingan. Tim Sukses mempunyai berkepentingan untuk bisa survive dalam hidupnya jika kandidatnya terpilih, sementara para Kandidat Gubernur/Bupati berkepntingan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar untuk kesejahteraan abadinya..Itu artinya bahwa, Tim sukses diperintahkan untuk bekerja keras meloloskan kepentingan sang Kandidat Gubernur/Bupati, sedangkan kandidat gubernur menyediakan makanan, uang, dan fasilitas lain yang dibutuhkan oleh Tim suksesnya, dengan harapan dengan sesajian palayanan dan fasilitas itu, tim sukses dapat bekerja dengan keras, penuh semangat untuk memenangkan dirinya sebagai Gubernur/Bupati.
Dalam situasi seperti ini, maka cerita tentang "meki" tersebut diatas tentu wajib hukumnya untuk dilekatkan pada diri Tim Sukses. Sementara Tokoh/Kandidat gubernur/Bupati memposisikan diri sebagai Tuan, dan atau orang yang memelihara "meki. Pada kondisi tertentu, jika Kandidatnya berhasil memperoleh kekuasaan sebagai Bupati/Gubernur, dan tidak memberikan sesajian pelayanan dan fasilitas kepada tim suksesnya, tanpa perdulikan hubungan keakraban yang intim terjalin dimasa lalu, Tim sukses akan "berganti wajah" dan kembali menjadi ancaman "kematian" bagi Gubernur/Bupati yang pernah diusungnya. Akibat dari Ketidaktepatan dan ketidaktersediaanya "sesajian" dari Gubernur/Buapti akan dirinya (tim sukses), maka pengingkaran, pembusukan lewat pengungkapan kasus-kasus berkaitan dengan pakaian dinasnya (kinerja) dibuka satu persatu hingga pada akhirnya "telanjang" dihadapan publik.. Fenomena ini dapat kita amati, dimulai dari Gubernur Thaib Armayin hingga Namto Roba, mereka tidak menyadari bahwa saat ini mereka tengah memelihara "meki" di Lingkungannya. Tapi Saya yakin Bapak bupati Namto H. Roba, dengan "kemampuan"nya akan sanggup dan menjinakan "meki-meki" disekitarnya, di bandingkan Bapak Thaib Armaiyn yang sebentar lagi akan dihilangkan nyawanya oleh "meki-meki" peliharaannya sendiri..
Semoga..!!!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

aku ngak ngerti apa isi blog ini.........